Proses bernalar, pada dasarnya, ada dua macam yaitu induktif dan deduktif. Penalaran induktif adalah proses berpikir logis yang diawali dengan observasi data, pembahasan, dukungan pembuktian, dan diakhiri kesimpulan umum. Kesimpulan ini dapat berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum atas data yang bersifat khusus. Proses berpikir induktif dibedakan atas generalisasi, analogi, dan sebab-akibat.
1) Generalisasi
Generalisasi ialah proses
berpikir berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat
tertentu untuk menarik kesimpulan umum mengenai semua atau sebagian dari gejala
serupa. Misalnya orang Indonesia peramah, apakah generalisasi itu sah? Untuk
membuat generalisasi harus memenuhi ketentuan berikut :
a. Cukup Memadai
Artinya gejala-gejala khusus/sampel
yang diamati sebagai dasar penarikan kesimpulan mencukup jumlahnya. Apabila
jumlah tidak memadai, maka generalisasi itu akan menjadi terlalu luas. Gejala
yang diamati perlu dilihat jenisnya; apakah homogen atau heterogen. Sampel
untuk gejala yang bersifat homogen tidak perlu terlalu banyak, misalnya untuk
menguji produksi minyak goreng dalam suatu hari, cukup diteliti beberapa gram
saja. Sebaliknya, semakin heterogen suatu populasi semakin banyak sampel yang
perlu diteliti.
b. Cukup Mewakili
Artinya sampe meliputi seluruh atau
sebagian yang dikenai generalisasi atau sampelnya mewakili populasi, misalnya
di suatu fakultas yang terdiri atas tiga program studi, terdapat 16 kelas yang
terdiri atas tingkat 1, 2, 3, 4. Sampel yang mewakili haruslah diambil dari
keseluruhan kelas yang ada.
c. Kekecualian
Jika kesimpulan umum terlalu banyak
kekecualian, maka tidak dapat diambil generalisasi. Dalam hal ini, hindari
kata-kata setiap, semua; gunakan kata cenderung, pada umumnya, rata-rata, pada
mayoritas yang diteliti, dan sebagainya. Jika menggunakan bahasa kuantitatif
langsung saja menyatakan prosentase data yang diteliti.
Berikut syara-syarat generalisasi
ilmiah yang lebih mementingkan keabsahan metode yang digunakan, yaitu
- data dikumpulkan melalui observasi yang cermat, pencatatan dilakukan dengan tepat, teliti, menyeluruh dan terbuka terhadap pengujian lain,
- menggunakan instrumen yang tepat untuk mengukur dan mendapatkan data,
- melaksanakan pengujian, perbandingan, dan klasifikasi data,
- pernyataan generalisasi jelas, sederhana, menyeluruh, padat, dan sistematis,
- hasil observasi dirumuskan dengan mempertimbangkan variasi waktu, tempat, dan keadaan lainnya, dan
- dipublikasikan untuk dapat diuji, dikritik, dan dites.
2) Analogi
Analogi induktif ialah proses
berpikir untuk menarik kesimpulan/inferensi tentang kebenaran suatu gejala
khusus berdasarkan beberapa gejala khusus lain yang memiliki
sifat-sifat/ciri-ciri esensial penting yang bersamaan. Yang diperhatikan dalam
analogi ialah persamaan yang dipakai dasar kesimpulan benar-benar memiliki
kesamaan dan ciri esensial yang penting yang berhubungan erat dengan kesimpulan
yang dikemukakan.
Contoh :
Kesimpulan beberapa ilmuwan menyatakan bahwa anak kera dapat diberi makan
seperti anak manusia berdasarkan kesamaan yang terdapat pada sistem pencernaan
anak dan anak manusia. Kesimpulan ini sah, karena dasar kesimpulannya (sistem
pencernaan) merupakan ciri esensial yang berhubungan dengan kesimpulan (cara
memberi makan).
Selain analogi induktif, dalam
tulis-menulis dikenal juga analogi deklaratif, yaitu teknik menjelaskan dalam
tulisan dengan mendahulukan hal yang telah diketahui sebelum memperkenalkan hal
yang baru, yang mempunyai kesamaan dengan hal di atas.
Contoh :
Ilmu Pengetahuan dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana rumah itu dibangun
oleh batu-batu, tetapi tidaj senua kumpulan pengetahuan itu ilmu, sebagaimana
tidak semua kumpulan baru itu rumah.
3) Sebab-akibat
Prinsip umum hubungan sebab
akibat menyatakan bahwa semua peristiwa harus ada penyebabnya. Terdapat tiga
pola hubungan sebab akibat :
a. Penalaran dari
sebab ke akibat; dimulai dengan pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui,
untuk menarik kesimpulan mengenai akibat yang mungkin ditimbulkan.
b. Penalaran dari
akibat ke sebab; dimulai dari suatu akibat yang diketahui, kemudia dipikirkan
apa yang mungkin menjadi penyebabnya. Penalaran ini bersifat expost facto (hal
yang sudah terjadi), misalnya menentukan penyebaba kematian, kecelakaan, proses
peradilan, dan cerita detektif.
c. Penalaran dari
akibat ke akibat; berpangkal dari suatu akibat dan langsung dipikirkan akibat
lain tanpa memikirkan sebab umum yang menimbulkan kedua akubat itu.
Untuk
mendapatkan kesimpulan sebab-akibat yang benar, perlu diperhatikan hal-hal
berikut :
- Dalam penalaran sebab-akibat, harus diyakini bahwa garis penalaran, langsung tidak diputus oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya, seorang anak akan tertular cacar bila dicampurkan dengan anaka yang kena cacar, kecuali anak itu sudah divaksin cacar.
- Sering dilupakan penyebab lain yang berperan menimbulkan sebab. Misalnya, prestasi mahasiswa turun karena jam pelajaran diberikan pada siang hari. Apakah betul demikian? Tidakkah ada faktor lain?
- Adakah penyebab umum yang menimbulkan akibat-akibat. Apakah penyebab itu adalah satu-satunya yang menimbulkan kedua akibat tersebut?
Penalaran
sebab-akibat kelihatannya sederhana, tetapi ada juga penalaran sebab-akibat
yang cukup rumit. Anda perlu mempelajari proses berpikir/bernalar dengan benar
sehingga anda dapat bernalar dengan logis dan tidak dipengaruhi oleh sikap
pribadi. Kepercayaan/takhyul, pandangan politik, atau prasangka.
Sumber :
- Hs, Widjono, 2007. BAHASA INDONESIA Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo.
- Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta : Grasindo.
Sumber :
- Hs, Widjono, 2007. BAHASA INDONESIA Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo.
- Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta : Grasindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar