Rabu, 15 Oktober 2014

Ragam Bahasa

     Di dalam kenyataan di masyarakat terdapat bermacam-macam pemakaian bahasa. Kenyataan ini sering tidak disadari oleh kebanyakan orang. Akibatnya, timbul anggapan pemakaian bahasa Indonesia tidak memuaskan, terutama dikalangan pelajar dan mahasiswa, bahkan di kalangan guru dan cendekiawan. Sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia itu, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Pemakaian bahasa baku dan tak baku berkaitan dengan situasi resmi dan tak resmi. Dalam situasi resmi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan-pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya, dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku. Penggunaan bahasa yang dibedakan oleh faktor-faktor tertentu, seperti sutasau resmi dan tak resmi itulah yang akan dibicarakan di bawah ini supaya kita dapat membedakan pemakaian bahasa sesuai dengan tuntutan ragamnya. Dengan demikian, kita tidak akan merampatkan pemakaian bahasa bahwa penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar tidak ditafsirkan sebagai penggunaan bahasa baku dalam segala situasi.
     Ada tiga kriteria penting yang perlu diperhatikan jika kita berbicara tentang ragam bahasa. Ketiga kriteria itu ialah :
1. Media yang digunakan
2. Latar belakang penutur, dan
3. Pokok persoalan yang dibicarakan.
    Berdasarkan media yang digunakan untuk menghasilkan bahasa, ragam bahasa dapt dibedakan atas ragam bahsa lisan dan ragam bahasa tulis. Di bagian lain, kedua ragam itu dibicarakan secara tersendiri.
     Dilihat dari segi penuturnya, ragam bahasa dibedakan menjadi :
1. Ragam Daerah/Dialek
2. Ragam Bahasa Terpelajar
3. Ragam Bahasa Resmi
4. Ragam Bahasa Takresmi
     Berdasarkan pokok persoalan yang dibicarakan, ragam bahasa dapat dibedakan atas bidang-bidang ilmu dan teknologi serta seni, misalnya ragam bahasa ilmu, ragam bahasa hukum, ragam bahasa niaga, ragam bahasa jurnalistik, dan ragam bahasa sastra.


Ragam  Bahasa  Baku  dan  Ragam  Bahasa  Takbaku

     Penggunaan bahasa baku dan takbaku bertalian dengan situasi. Penggunaan bahasa baku berkaitan dengan situasi resmi atau kedinasan (formal), sedangkan penggunaan bahasa takbaku berkaitan dengan penggunaan bahasa dakan situasi tidak resmi atau di luar kedinasan. Di samping itu, jarak antara pembicara dan pendengar yang terlihat dari sikap, juga mewarnai penggunaan bahasa. Jarak yang dekat antara pembicara dengan pendengar akan melahirkan bahasa takbaku. Sebaliknya, jarak jauh atau sikap resami antara pembicara dengan pendengar akan melahirkan penggunaan bahasa baku. Namun, kita harus berhati-hati bahwa bahasa dalam situasi resmi tidak mesti baku karena topik pembicaraan juga menentukan pilihan penggunaan bahasa. Dalam pemilihan penggunaan bahasa yang baku itu selain situasi, perlu diperhatikan juga lawan bicara, latar (setting), topik, dan tujuan pembicaraan.
     Dalam hubungannya dengan ragam bahasa tulis baku, ragam bahasa itu merupakan hasil penataan secara cermat oleh penggunaannya (bukan eksresi spontan seperti ragam bahasa lisan) sehingga ragam bahasa tulis itu memenuhi kriteria yaitu jelas, tegas, tepat, dan lugas. Dengan demikian, kalimat itu benar.
    Dari segi ejaan, penulisan yang benar adalah analisis, hakikat, objek, jadwal, kualitas, dan hierarki. Dari segi makna, penggunaan bahasa yang benar berkaitan dengan ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan tuntutan makna, Misalnya, dalam bahasa ilmu tidak tepat jika digunakan kata yang bermakna konotatif (kiasan). Jadi, penggunaan bahasa yang benar adalah penggunaan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa.
    Kriteria penggunaan bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahasa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan itu berkaitan dengan topik yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak berbicara (kalau lisan) atau pembaca (jika tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itum bahasa yang baik itu bernalar, dalam arti bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat kita. Penggunaan bahasa yang baik terlihat dari penggunaan kalimat-kalimat yang efektif, yaitu kalimat-kalimat yang dapat menyampaikan pesan/informasi secara tepat.


CONTOH  RAGAM  BAHASA

Berikut beberapa contoh ragam bahasa untuk melengkapi penjelasan tentang ragam bahasa diatas

A. Ragam  Bahasa  Lisan  Baku

Saudara Saudara,
Salah satu lambang kebangsaan kita adalah bahasa Indonesia. Oleh karena itu, bahasa Indonesia harus kita jaga biak-baik dan dengan rasa tanggung jawab yang sebesar-besarnya. Bahasa Indonesia adalah salah satu unsur Sumpah Pemuda yang mempersatukan kita sebagai bangsa. Kita bangga bahwa bahasa Indonesia itu telah tumbuh dan berkembang. Bahasa Indonesia bukan hanya menjadi bahasa pergaulan, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa resmi, malahan dapat menjadi bahasa ilmu pengetahuan, dapat menjadi bahasa teknologi. Namun, akhir-akhir ini ada tanda-tanda yang merisaukan kita dalam penggunaan bahasa Indonesia. Oleh karena itu, saya mengulangi lagi ajakan yang saya sampaikan melalui Pidato Kenegaraan tanggal 16 Agustus 1972, 23 tahun yang lalu, marilah kita menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
     Penggunaan bahasa yang tertib menunjukkan cara berpikir dan bertindak yang tertib. Ketertiban itu merupakan dasar bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang tertib. Ketertiban itu dasar bagi rasa tenteram dan sejahtera. Ketertiban adalah dasar bagi masyarakat yang modern dan maju. Berpikir tertib, bersikap tertib, dan bertingkah laku tertib itulah hakikat dari disiplin nasional.

Dikutip dari Sambutan Presiden
pada Peringatan Hari Kebangkitan
Nasional ke-87, 20 Mei 1995

B. Ragam  Bahasa  Lisan  Takbaku
     Nenek bikin setumpuk peraturan yang harus gua jalanin. Habis sekolah kagak boleh kemana-mana. Siang harus istirahat. Sore mandi, terus belajar. Jajan es atau gado-gado pun nggak boleh. Apalagi nonton pilem. "Jangan biasa jajan es" kata Nenek, "dirumah kan banyak jajan". Dan selalu dikatakan, "Kau harus menabung". Sebal rasanya, dengan petuah yang setiap hari mendengung di telinga ini. Anehnya, ayah dan ibu juga kakak sama saja, mereka selalu membela Nenek. Pokoknya gua kesal deh gara-gara Nenek datang di rumah.

C. Ragam  Bahasa Tulis  Baku
    Dalam suatu peneliatian lapangan tidak mungkin seorang peneliti dapat mengamati (observasi) seluruh jumlah subjek yang diteliti. Seorang peneliti yang harus mengamati kehidupan kaum gelandangan di kota tidak mungkin mempunyai waktu dan biaya yang cukup untuk mendatangi semua gelandangan yang ada di kota itu. Ia hanya dapat meneliti beberapa ratus orang di beberapa tempat saja. Bahkan, seorang peneliti yang harus meneliti suatu desa yang terdiri atas, misalnya, 3.000 penduduk, kalau ia hendak melaksanakan penelitiannya itu secara mendalam, tidak mungkin dapat mengamati, mewawancarai, dan mengetes ketiga ribu orang itu. Sudah baik kalau ia meneliti 300 orang di antaranya saja. Dengan demikian, sensus penduduk yang diadakan di Indonesia tahun 1972 dilakukan menyeluruh hanya mengenai tiga variasi saja, yaitu jumlah jiwa, umur, dan seks. Sedangkan untuk data penduduk yang lebih mendalam, seperti pekerjaan, pendapatan, tingkat pendidikan, agama, dan mobilitas, hanya diadakan dengan mengambil bagian-bagian kecil dari seluruh penduduk di beberapa tempat saja. Bagian-bagian dari keseluruhan (oleh para ahli statistik disebut populasi atau universe) yang menjadi objek sesungguhnya suatu penelitian itulah yang disebut sampel,...
Dikutip dari
Metode-metode Penelitian Masyarakat

D. Ragam  Bahasa  Tulis  Takbaku
    Konsumen potensial daripada nilai barang dan jasa tidak hanya dari aspek-aspek fungsional. Konsumenpun tertarik akan kwalitas artistik serta keindahan barang dan jasa. Banyak sekali barang dibeli karena modelnya, bentuknya, keindahan, maupun warnanya. Kenyataan ini tidak hanya penting untuk para pemegang mode, arsitek, seniman, maupun penata etalasi toko, melainkan juga untuk pejabat pemasaran. Peranan daripada tampang yang pada masa lampau hanya penting artinya bagi semua barang-barang konsumen kini semakin penting guna untuk barang-barang industriil. Karenanya konsumen perlu diperhatikan.

E. Ragam  Bahasa  Sastra
   Hanya berdua. Memang, menurut laporan PBB penghuni bumi sudah berjejalan. Tapi apa salahnya jika keduanya menganggap hanya ada mereka saja selama ini? Perempuan itu segalanya baginya. Dialah bulan untuknya saat begadan, dialah es kopyor di saat keluyuran di bawah terik matahari, dialah dedaunan hijau, mega putih di langit biru, oksigen, atau apa saja yang patut dipuja zaman ini.
     Sedang bagi perempuan itu, dia adalah rajawali, adalah gunung, adalah karang, adalah matahari, angin, musik rock, dan entah apa lagi. Pokoknya lelaki muda itu adalah tumpuan kasih sekaligus kekaguman yang tak pernah habis.
Dikutip dari Sunyi Nirmala

Sumber : Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia Dengan Benar. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kamis, 02 Oktober 2014

Bahasa Sebagai Sarana Komunikasi

Sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, lambing identitas nasional, alat pemersatu, dan alat komunikasi antardaerah dan antarkebudayaan. Sebagai lambing kebangsaan bahasa Indonesia mampu mencerminkan nilai-nilai social budaya yang mendasari rasa kebanggaan kita.
        Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia harus kita junjung disamping bendera dan negara kita. Bahasa Indonesia pun harus pula mampu sebagai alat pemersatu berbagai suku bangsa yang memiliki latar belakang kebudayaan dan bangsa yang berbeda-beda. Bahasa Indonesia telah memungkinkan berbagai suku bangsa mencapai keserasian hidup dalam suatu bangsa. Bahasa Indonesia sesuai fungsinya juga berperan sebagai alat pengungkapan perasaan dan telah sanggup pula mengungkapkan nuansa perasaan yang halus.
         Sesuai dengan ketentuan yang tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945, BAB XV, Pasal 36, selain sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa Negara. Sebagai bahasa Negara bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, sebagai alat berhubungan, dan sebagai sarana pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Sebagai alat pengembangan kebudayaan nasional, bahasa telah memungkinkan kita membina serta, mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa, sehingga kita dapat membedakan kebudayaan nasional dengan kebudayaan daerah karena memiliki ciri dan identitas tersendiri.
      Sebagai pendukung ilmu pengetahuan dan teknologi modern serta pengembangkan dan penyebarannya, bahasa memegang peranan penting. Bahasa Indonesia harus mampu mengungkapkan proses pemikiran yang rumit dalam berbagai bidang ilmu, teknologi, dan hubungan antar manusia. Ilmu pengetahuan, teknologi, dan kehidupan modern harus dapat dicapai melalui bahasa. Memiliki kemampuan berbahasa telah memungkinkan manusia memikirkan suatu masalah secara terus-menerus. Dengan bahasa, manusia dapat mengkomunikasikan apa yang ada dipikirannya dan dapat pula mengekspresikan sikap dan perasaannya.
       Berpikir ilmiah merupakan kegiatan berpikir yang sistematis dan teratur, berdasarkan prosedur tertentu. Bahasa merupakan sarana berpikir. Manusia dapat berpikir dengan baik karena manusia memiliki bahasa. Bahasa merupakan sarana berpikir yang pertama dan mungkin yang utama. Bahkan keunikan manusia sebetulnya bukan terletak pada kemampuannya berbahasa (Jujun S. Suriasumantri, 1981). Tanpa bahasa tidak mungkin manusia berpikir secara sistematis, teratur, dan berlanjut.
       Bahasa memungkinkan pula manusia berpikir secara rumit dan abstrak. Dalam hal ini objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak. Manusia dapat berpikir mengenai objek tertentu, walaupun objek itu secara faktual tidak kelihatan. Hal ini telah memungkinkan manusia berpikir secara berlanjut. Transformasi objek faktual menjadi simbol abstrak diwujudkan dengan perbendaharaan kata-kata yang akhirnya dapat mengungkapkan jalan pikiran dan ekspresi perasaan.
       Akan tetapi, sebagai saran komunikasi ilmiah bahasa memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan ini disebabkan oleh sifat bahasa yang multi fungsi sebagai sarana komunikasi emotif, afektif, dan simbolik. (Jujun S. Suriasumantri, 1981). Dalam komunikasi ilmiah yang pada hakikatnya bersifat objektif, bahasa sebagai sarananya harus bebas dari aspek emotif dan afektif, atau dalam pemakaian harus menekan hal-hal tersebut seminimal mungkin. Dalam kenyataannya syarat ini sulit dipenuhi karena pada hakikatnya kekurangan bahasa itu bersumber pada manusia yang tidak terlepas dari unsure motif dan afektif (Sabarti Akhadiah, 1983).
      Komunikasi ilmiah bertujuan menyampaikan informasi yang berupa ilmu. Penyampaian informasi ini harus ditunjang oleh pemakaian bahasa yang bebas nilai, bebas dari unsur emotif dan afektif. Pilihan kata harus tepat dan tidak menimbulkan pengertian ganda, artinya penggunaan kata harus sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan. Misalnya yang kita maksut penelitian tetapi kita menggunakan kata penyelidikan.
Apalagi mengingat pengetahuan ilmiah penuh dengan terminologi yang kadang-kadang penafsirannya berbeda antara seorang ilmuan dengan ilmuan lainnya. Untuk menghindarkan salah tafsir sebaiknya seorang pembicara atau penulis menjelaskan pengertian yang dikandung oleh terminologi yang kita pilih. Penjelasan ini pada hakikatnya berlaku dalam seluruh proses komunikasi ilmiah. Misalnya, kita menyatakan bahwa kemampuan penalaran ilmiah sangat diperlukan oleh seseorang baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan dalam masyarakat. Dalam hal ini kita biasanya menjelaskan tentang penalaran ilmiah itu. Untuk itu, kalimat tersebut kita sambung dengan pernyataan yang bersifat menjelaskan. Misalnya : penalaran ilmiah ialah proses berpikir secara induktif dan deduktif untuk mendapatkan pengetahuan yang berbentuk kesimpulan. Dalam hal ini perlu kita ingat penjelasan ini jangan terpisah dengan konsep yang kita jelaskan, supaya penjelasan ini efektif, karena tujuan komunikasi ilmiah itu adalah untuk konsumsi pihak lain.
Informasi yang disampaikan harus pula ditunjang oleh pemakaian kalimat yang efektif. Sebuah kalimat yang tidak diidentifikasikan mana subjek dan mana yang predikat, serta bagaimana kaitan subjek dan predikat kemungkinan besar informasi yang disampaikan tidak jelas. Tata bahasa merupakan ekspresi logika berpikir. Pemakaian tata bahasa yang kurang cermat, mencerminkan logika berpikir yang kurang cermat pula. Oleh karena itu, seorang pembicara harus pula menggunakan tata bahasa secara baik, sehingga pesan pun diterima secara tepat.