Minggu, 29 Maret 2015

Penalaran Deduktif

   Penalaran Deduktif bergerak dari sesuatu yang bersifat umum kepada yang khusus. Jika kita mengetahui S, sedangkan P adalah bagian dari S, maka dapat ditarik kesimpulan tentang P. Penarikan kesimpulan dengan cara deduktif tidak menghasilkan pengetahuan baru, karena kesimpulannya telah tersirat pada premisnya. Penalaran deduktif dapat merupakan silogisme dan entimem.
      1.     Silogisme
     Silogisme adalah cara berpikir formal, yang jarang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, kita menemukan polanya saja, misalnya ia dihukum karena melanggar peraturan X, sebenarnya dapat dibentuk secara formal atau silogisme, yaitu
a.       Semua yang melanggar peraturan X akan dihukum.
b.      Ia melanggar peraturan X
c.       Ia dihukum

    1)      Penjelasan
  • Silogisme merupakan bentuk penalaran deduktif yang bersifat formal.
  • Proses penalaran dimulai dari premis mayor, melalui premis minor, sampai pada kesimpulan.
  • Strukturnya tetap; premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
  • Premis mayor berisi pernyataan umum.
  • Premis minor berisi pernyataan yang lebih khusus yang merupakan bagian premis mayor (term mayor).
  • Kesimpulan dalam silogisme selalu lebih khusus daripada premisnya.


    2)      Persyaratan Silogisme
  • Di dalam silogisme hanya mungkin terdapat tiga term.

    Contoh :   Semua manusia berakal budi.
                    Semua mahasiswa adalah manusia.
                    Semua mahasiswa berakal budi
  • Term tengah tidak boleh terdapat kesimpulan.
  • Dari dua premis negatif, tidak dapat ditarik kesimpulan.
  • Kalau kedua premisnya positif, kesimpulan juga positif.
  • Term-term yang mendukung proposisi harus jelas, tidak mengandung pengertian ganda/menimbulkan keraguan.
  • Dari premis mayor partikular dan premis minor negatif tidak dapat ditarik kesimpulan.
  • Premis mayor dalam silogisme mungkin berasal dari teori ilmiah. Penarikan kesimpulan dari teori ini mudah diuji. Tidak jarang premis mayor berasal dari pendapat umum yang belum dibuktikan kebenarannya.


      2.    Entimem
         Dalam kehidupan sehari-hari, silogisme yang kita temukan berbentuk entimem, yaitu silogisme yang salah satu premisnya dihilangkan/tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
       Contoh :
       Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.
       Kalimat di atas dapat dipenggal menjadi dua.
       a.       Menipu adalah dosa.
       b.      Karena (menipu) merugikan orang lain.
Kalimat a merupakan kesimpulan, kalimat b adalah premis minor (bersifat khusus) maka silogisme dapat disusun:
      Premis mayor  :     ?
      Premis minor   :     Menipu merugikan orang lain.
      Kesimpulan      :     Menipu adalah dosa.

    Dalam kalimat itu, yang dihilangkan adalah premis mayor. Perlu diingat bahwa premis mayor bersifat umum, jadi tidak mungkin subyeknya menipu. Kita dapat berpikir kembali dan menentukan premis mayornya, yaitu perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa.
     Entimem juga dapat dibuat dengan menghilangkan premis minornya. Misalnya, perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa, jadi menipu adalah dosa.
      Untuk mengubah entimen menjadi silogisme, mula-mula kita cari kesimpulannya. Kata-kata yang menandakan kesimpulan ialah jadi, maka, karena itu, dengan demikian dan sebagainya. Kalau sudah, cari/tentukan premis yang dihilangkan. Sebaliknya, untuk mengubah silogisme menjadi entimem, cukup dengan menghilangkan salah satu premisnya.



Sumber :
Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta : Grasindo.

Senin, 23 Maret 2015

Penalaran Induktif

    Proses bernalar, pada dasarnya, ada dua macam yaitu induktif dan deduktif. Penalaran induktif adalah proses berpikir logis yang diawali dengan observasi data, pembahasan, dukungan pembuktian, dan diakhiri kesimpulan umum. Kesimpulan ini dapat berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum atas data yang bersifat khusus. Proses berpikir induktif dibedakan atas generalisasi, analogi, dan sebab-akibat.

1)      Generalisasi
     Generalisasi ialah proses berpikir berdasarkan pengamatan atas sejumlah gejala dengan sifat-sifat tertentu untuk menarik kesimpulan umum mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa. Misalnya orang Indonesia peramah, apakah generalisasi itu sah? Untuk membuat generalisasi harus memenuhi ketentuan berikut :
a.      Cukup Memadai
Artinya gejala-gejala khusus/sampel yang diamati sebagai dasar penarikan kesimpulan mencukup jumlahnya. Apabila jumlah tidak memadai, maka generalisasi itu akan menjadi terlalu luas. Gejala yang diamati perlu dilihat jenisnya; apakah homogen atau heterogen. Sampel untuk gejala yang bersifat homogen tidak perlu terlalu banyak, misalnya untuk menguji produksi minyak goreng dalam suatu hari, cukup diteliti beberapa gram saja. Sebaliknya, semakin heterogen suatu populasi semakin banyak sampel yang perlu diteliti.
b.      Cukup Mewakili
Artinya sampe meliputi seluruh atau sebagian yang dikenai generalisasi atau sampelnya mewakili populasi, misalnya di suatu fakultas yang terdiri atas tiga program studi, terdapat 16 kelas yang terdiri atas tingkat 1, 2, 3, 4. Sampel yang mewakili haruslah diambil dari keseluruhan kelas yang ada.
c.       Kekecualian
Jika kesimpulan umum terlalu banyak kekecualian, maka tidak dapat diambil generalisasi. Dalam hal ini, hindari kata-kata setiap, semua; gunakan kata cenderung, pada umumnya, rata-rata, pada mayoritas yang diteliti, dan sebagainya. Jika menggunakan bahasa kuantitatif langsung saja menyatakan prosentase data yang diteliti.
Berikut syara-syarat generalisasi ilmiah yang lebih mementingkan keabsahan metode yang digunakan, yaitu
  • data dikumpulkan melalui observasi yang cermat, pencatatan dilakukan dengan tepat, teliti, menyeluruh dan terbuka terhadap pengujian lain,
  • menggunakan instrumen yang tepat untuk mengukur dan mendapatkan data,
  • melaksanakan pengujian, perbandingan, dan klasifikasi data,
  • pernyataan generalisasi jelas, sederhana, menyeluruh, padat, dan sistematis,
  • hasil observasi dirumuskan dengan mempertimbangkan variasi waktu, tempat, dan keadaan lainnya, dan
  • dipublikasikan untuk dapat diuji, dikritik, dan dites.


2)      Analogi
    Analogi induktif ialah proses berpikir untuk menarik kesimpulan/inferensi tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan beberapa gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat/ciri-ciri esensial penting yang bersamaan. Yang diperhatikan dalam analogi ialah persamaan yang dipakai dasar kesimpulan benar-benar memiliki kesamaan dan ciri esensial yang penting yang berhubungan erat dengan kesimpulan yang dikemukakan.
Contoh :
Kesimpulan beberapa ilmuwan menyatakan bahwa anak kera dapat diberi makan seperti anak manusia berdasarkan kesamaan yang terdapat pada sistem pencernaan anak dan anak manusia. Kesimpulan ini sah, karena dasar kesimpulannya (sistem pencernaan) merupakan ciri esensial yang berhubungan dengan kesimpulan (cara memberi makan).

  Selain analogi induktif, dalam tulis-menulis dikenal juga analogi deklaratif, yaitu teknik menjelaskan dalam tulisan dengan mendahulukan hal yang telah diketahui sebelum memperkenalkan hal yang baru, yang mempunyai kesamaan dengan hal di atas.
Contoh :
Ilmu Pengetahuan dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana rumah itu dibangun oleh batu-batu, tetapi tidaj senua kumpulan pengetahuan itu ilmu, sebagaimana tidak semua kumpulan baru itu rumah.

3)      Sebab-akibat
     Prinsip umum hubungan sebab akibat menyatakan bahwa semua peristiwa harus ada penyebabnya. Terdapat tiga pola hubungan sebab akibat :
a.   Penalaran dari sebab ke akibat; dimulai dengan pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui, untuk menarik kesimpulan mengenai akibat yang mungkin ditimbulkan.
b.     Penalaran dari akibat ke sebab; dimulai dari suatu akibat yang diketahui, kemudia dipikirkan apa yang mungkin menjadi penyebabnya. Penalaran ini bersifat expost facto (hal yang sudah terjadi), misalnya menentukan penyebaba kematian, kecelakaan, proses peradilan, dan cerita detektif.
c.     Penalaran dari akibat ke akibat; berpangkal dari suatu akibat dan langsung dipikirkan akibat lain tanpa memikirkan sebab umum yang menimbulkan kedua akubat itu.
      Untuk mendapatkan kesimpulan sebab-akibat yang benar, perlu diperhatikan hal-hal berikut :
  • Dalam penalaran sebab-akibat, harus diyakini bahwa garis penalaran, langsung tidak diputus oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya, seorang anak akan tertular cacar bila dicampurkan dengan anaka yang kena cacar, kecuali anak itu sudah divaksin cacar.
  • Sering dilupakan penyebab lain yang berperan menimbulkan sebab. Misalnya, prestasi mahasiswa turun karena jam pelajaran diberikan pada siang hari. Apakah betul demikian? Tidakkah ada faktor lain?
  • Adakah penyebab umum yang menimbulkan akibat-akibat. Apakah penyebab itu adalah satu-satunya yang menimbulkan kedua akibat tersebut?

      Penalaran sebab-akibat kelihatannya sederhana, tetapi ada juga penalaran sebab-akibat yang cukup rumit. Anda perlu mempelajari proses berpikir/bernalar dengan benar sehingga anda dapat bernalar dengan logis dan tidak dipengaruhi oleh sikap pribadi. Kepercayaan/takhyul, pandangan politik, atau prasangka.


Sumber :
Hs, Widjono, 2007. BAHASA INDONESIA Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo.
Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta : Grasindo.

Senin, 16 Maret 2015

Penalaran

Pengertian  Penalaran

Penalaran adalah proses berpikir yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan/pengetahuan yang bersifat ilmiah dan tidak ilmiah. Bernalar akan membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan. Dalam segala aktifitas berpikir dan bertindak, manusia mendasarkan diri atas prinsip penalaran. Bernalar mengarah pada berpikir benar, lepas dari berbagai prasangka emosi dan keyakinan seseorang, karena penalaran mendidik manusi bersikap objektif, tegas, dan berani, suatu sikap yang dibutuhkan dalam segala kondisi.
Penalaran adalah suatu proses berpikir yang logis dengan berusaha menghubung-hubungkan fakta untuk memperoleh suatu kesimpulan. Fakta  adalah kenyataan yang dapat diukur dan dikenali. Untuk dapat bernalar, kita harus mengenali fakta dengan baik dan benar. Fakta dapat dikenali melalui pengamatan, yaitu kegiatan yang menggunakan panca indera, melihat, mendengar, membaui, meraba, dan merasa. Dengan mengamati fakta, kita dapat menghitung, mengukur, menaksir, memberikan ciri-ciri, mengklasifikasikan, dan menghubung-hubungkan. Jadi, dasar berpikir adalah klasifikasi.
Klasifikasi


Klasifikasi adalah pengelompokan benda/fakta yang sama dan memisahkan dari yang berbeda menurut spesiesnya. Pengelompokan berfungsi agar kita mudah berhubungan dengan benda/fakta itu. Dapat dibayangkan betapa sulitnya mencari sebuah buku di perpustakaan ditumpuk begitu saja tanpa dibuat klasifikasinya.
1). Guna Klasifikasi
Klasifikasi berguna untuk memahami fakta yang diperlukan sebagai dasar penalaran. Dalam, menulis, klasifikasi digunakan untuk mengembangkan topik karangan, membuat kerangka karangan, bahkan menyiapkan bahan-bahan untuk mengembangkan karangan.
2). Proses Klasifikasi
Membuat klasifikasi mengenai sejumlah benda/fakta – fakta ke dalam suatu hubungan logis berdasarkan suatu sistem. Dengan klasifikasi, fakta di tempatkan di dalam suatu sistem kelas sehingga dapat dikenali hubungan nya secara horizontal dan vertikal, ke samping dan ke atas
3). Persyaratan Klasifikasi
  • Prinsipnya jelas: Prinsip merupakan dasar/ patokan untuk membuat klasifikasi, beupa ciri yang menonjol yang dapat mencakup semua fakta/benda/ atau gejala yang diklasifikasikan.
  • Logis dan Konsisten : Prinsip-prinsip itu harus diterapkan secara menyeluruh kepada kelas bawahannya
  • Lengkap dan Menyeluruh : Dasar pengelompokkan yang dipergunakan harus dikenakan kepada semua anggota kelompok tanpa kecuali.

Proposisi

    Dalam proses penalaran, kita menghubungkan fakta-fakta. Hubungan itu diungkapkan dalam bentuk kalimat-kalimat pernyataan/kalimat berita. Kalimat yang berisi pernyataan tentang hubungan fakta-fakta itu disebut proposisi. Pernyataan dapat benar dan salah, jadi proposisi dapat dibatasi sebagai kalimat yang mengandung pernyataan tentang hubungan fakta-fakta yang dapat dinilai benar dan salah. Dalam berpikir proposisi, yaitu merupakan unit terkecil dari pemikiran yang mengandung maksud sempurna.
    Perhatikan sifat dapat dinilai benar atau salah, itu berarti bahwa proposisi selalu merupakan kalimat pernyataan/berita; sebab kalimat tanya, kalimat perintah, kalimat harapan tidak dapat dinilai benar atau salah.

Contoh :

1. Bahasa adalah sarana penalaran.

2. Sifat kuantitatif matematika meningkatkan daya prediksi ilmu.
3. Bagaimana peranan bahasa dalam proses penalaran?
4. Semoga saja penelitian ini berhasil

    Kalimat 1 dan 2 merupakan proposisi, kalimat 3 dan 4 bukan proposisi.
Dalam penalaran, proposisi disebut juga premis. Jika dibandingkan dengan sebuah bangunan, premis itu adalah batu, pasir, dan semen sedangkan penalaran adalah arsitekturnya. Dengan menggunakan batu, pasir, semen serta arsitektur yang baikakan menghasilkan bangunan yang baik pula. Demikian juga dalam penalaran; dengan menggunakan premis dan penalaran yang baik akan menghasilkan kesimpulan yang benar.

Sumber :
Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Jakarta : Grasindo.