Jumat, 21 November 2014

Alinea


   Alinea atau paragraf adalah penuangan ide atau gagasan penulis melalui kalimat atau kumpulan kalimat yang satu dengan yang lain berkaitan dan hanya memiliki satu topik atau tema. 

SYARAT PARAGRAF: 
1. KESATUAN = Setiap paragraf sebaiknya mengandung satu gagasan pokok 
2. KOHERENSI = Setiap paragraf harus merupakan suatu kumpulan kalimat yang saling berhubungan secara padu, tidak berdiri sendiri atau terlepas satu dengan yang lainnya 
3. KELENGKAPAN = Berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup menunjang kejelasan kalimat topik. 

UNSUR-UNSUR PARAGRAF: 
1. Topik/ tema/ gagasan utama/ gagasan inti/ pokok pikiran 
2. Kalimat utama 
3. Kalimat penjelas 
4. Judul (kepala karangan). 
Syarat suatu judul: 
a. Provokatif (menarik) 
b. Berbentuk frase 
c. Relevan (sesuai dengan isi) 
d. Logis 
e. Spesifik 

   Berdasarkan penempatan inti gagasan atau ide pokok, alinea terbagi dalam beberapa jenis yaitu sebagai berikut: 
1. Deduktif: kalimat utama atau ide pokok diletakkan pada awal alinea 
2. Induktif: kalimat utama atau ide pokok diletakkan pada akhir alinea 
3. Variatif: kalimat utama diletakkan pada awal dan diulang pada akhir alinea 
4. Deskriptif atau naratif: kalimat utama termuat dalam seluruh alinea. 

JENIS-JENIS KARANGAN: 
1. Eksposisi: berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi. 
Contoh: Membaca intensif merupakan kegiatan membaca secara teliti atau membaca secara seksama, bacaan berupa teks. Tujuan membaca dengan cara ini untuk mendapatkan pemahaman isi bacaan secara tepat dan rinci. Misalnya untuk mengetahui hal-hal yang diperlukan. 

2. Argumentasi: bertujuan membuktikan kebenaran suatu pendapat/ kesimpulan dengan data/ fakta konsep sebagai alasan/ bukti. 
Contoh: Air yang tergenang seperti di kaleng-kaleng dan selokan harus dibersihkan. Air yang tergenang itu tidak boleh dibiarkan karena akan menjadi sarang nyamuk. Nyamuk akan bertelur dan berkembang biak di genangan air tersebut. 

3. Deskripsi: berisi gambaran mengenai suatu hal atau keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, merasa atau mendengar hal tersebut. 
Contoh: Malam itu indah sekali. Bintang-bintang di langit berkerlap-kerlip memancarkan cahaya. Udara dingin menusuk kulit. Sesekali terdengar suara jangkrik mengusik sepinya malam. 

4. Persuasi: karangan ini bertujuan mempengaruhi emosi pembaca agar berbuat sesuatu. 
Contoh: Penggunaan pestisida dan pupuk kimia untuk tanaman dalam jangka waktu lama tidak lagi menyuburkan tanaman dan memberantas hama. Pestisida justru dapat mencemari lingkungan dan menjadikan tanah lebih keras, sehingga perlu pengolahan dan biaya yang tinggi. Oleh karena itu, hindarilah penggunaan pestisida secara berlebihan. 

5. Narasi: karangan ini berisi rangkaian peristiwa yang susul-menyusul, sehingga membentuk alur cerita. Karangan jenis ini sebagian besar berdasarkan imajinasi. 
Contoh: Andi terkejut melihat neneknya tiba-tiba datang. Ia langsung saja menjerit sekencangnya. Tak disangka neneknya marah dan memukul kepalanya dengan tongkat kecil yang selalu dibawanya.


Sumber : http://peperonity.com/go/sites/mview/bahasa-indonesia/17750098

EYD

    Ejaan adalah kaidah tulis menulis baku yang didasarkan pada penggambaran bunyi. Ejaan tidak hanya mengatur cara memakai huruf, tetapi juga cara menulis kata dan cara menggunakan tanda baca.

Pemakaian  Huruf

A. Huruf Abjad
   Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa indoensia terdiri atas 26 huruf, yaitu dari a sampai z.

B. Huruf Vokal
    Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas a, e, i, o, dan u.

C. Huruf Konsonan
    Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, u, v, w, x, y, z.

D. Huruf Diftong
    Diftong dalam sistem bahasa Indonesia dilambangkan dengan ai, au, dan oi.

E. Gabungan Huruf Konsonan
    Gabungan huruf konsonan dalam sistem bahasa Indonesia terdiri atas kh, ng, ny, dan sy, masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan

F. Huruf Kapital
1) Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Contoh : Mereka akan melakukan penelitian di laboratorium

2) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung
Contoh : Ayah bertanya, "Apakah kita sudah siap berangkat?"

3) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam kata dan ungkapan yang         berhubungan dengan agama, kita suci, dan Tuhan, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Contoh : Yang Maha Pengasih

4) a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Contoh : Imam Syafii
   b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan,         keturunan, dan keagamaan yang tidak diiikuti nama orang.
Contoh : Ia menjadi imam di dalam keluarga itu.

5) a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan yang diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat yang digunakan sebagai pengganti nama orang tertentu.
Contoh : Jenderal Sudirman
    b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan atau nama instansi yang merujuk kepada bentuk lengkapnya.
Contoh : Sidang itu dipimpin Presiden
    c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak merujjuk kepada nama orang, nama instansi, atau nama tempat tertentu.
Contoh : Para gubernur se-Indonesia berkumpul di Bali.

6) a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Contoh : Dewi Sartika
  b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama singkatan nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran.
Contoh : joule per Kelvin
  c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang digunakan sebagai nama jenis atau satuan.
Contoh : 10 ampere

7) a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Contoh : bangsa Asia
   b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang digunakan sebagai bentuk dasar kata turunan.
Contoh : kejawa-jawaan

8) a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, dan hari raya.
Contoh : tahun Hijriah
    b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama peristiwa sejarah.
Contoh : Perang Padri
  c. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak digunakan sebagai nama.
Contoh : Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia

9) a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama diri geografi.
Contoh : Asia Timur
   b. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama geografi yang diikuti nama diri geografi.
   c. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama diri atau nama diri geografi jika kata yang mendahuluinya menggambarkan kekhasan budaya.
Contoh : pempek Palembang
   d. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama diri geografi yang digunakan sebagai penjelas nama jenis.
Contoh : kacang Bogor
    e. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama unsur geografi yang tidak diikuti oleh nama diri geografi.
Contoh : Kapal itu berlayar hingga ke teluk.

10) a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi, kecuali kata tugas, seperti dan, oleh, atau, dan untuk.
Contoh : Majelis Permusyawaran Rakyat
    b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dan nama dokumen resmi.
Contoh : Negara Indonesia berbentuk republik.

11) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga resmi, lembaga ketatanegaraan, badan, dokumen resmi, dan judul karangan.
Contoh : Perserikatan Bangsa-Bangsa.

12) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam judul buku, majalah, surat kabar, dan makalah, kecuali kata tugas seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak teletak pada posisi awal.
Contoh : Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma.

13) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan yang disertai dengan nama diri.
Contoh : Prof,  profesor.

14) a. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman, yang digunakan dalam penyapaan atau pengacuan.
Contoh : Permohonan Saudara sedang kami pertimbangkan.
   b. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak digunakan dalam pengacuan atau penyapaan.
Contoh : Saya mempunyai saudara yang tinggal di Padang.

15) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata Anda yang digunakan dalam penyapaan.
Contoh : Dimana Anda tinggal?

16) Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama pada kata, seperti keterangan, catatan, dan misalnya yang didahului oleh pernyataan lengkap dan diikuti oleh paparan yang berkaitan dengan pernyataan lengkap itu.


Sumber : Waridah, Ernawati. 2013. EYD & Seputar Kebahasa-Indonesiaan. Bandung: Ruang Kata.

Diksi

     Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata ini dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampu mengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya. Selain pilihan kata yang tepat, efektifitas komunikasi menuntut persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi.

      Syarat-syarat ketepatan pilihan kata :
  1. Membedakan makna denotasi dan konotasi dengan cermat, denotasi yaitu kata yang bermakna lugas dan tidak bermakna ganda. Sedangkan konotasi dapat menimbulkan makna yang bermacam-macam, lazim digunakan dalam pergaulan, untuk tujuan estetika dan kesopanan.
  2. Membedakan secara ceramt makna kata yang hampir bersinonim, kata yang hampir bersinonim, misalnya : adalah, ialah, yaitu, merupakan, dalam pemakaiannya berbeda-beda.
  3. Membedakan makna kata secara cermat kata yang mirip ejaannya, misalnya: inferensi (kesimpulan) dan interferensi (saling mempengaruhi), sarat (penuh, bunting) dan syarat (ketentuan).
  4. Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri, jika pemahaman belum dapat dipastikan, pemakai kata harus menemukan makna kata yang teapt dalam kamus, misalnya: modern sering diartikan secara subjektif canggih menurut kamus modern berarti terbaru atau mutakhir; canggih berarti banyak cakap, suka mengganggu, banyak mengetahui, bergaya, intelektual.
  5. Menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan) harus memahami maknanya secara tepat, misalnya: dilegalisir seharusnya dilegalisasi, koordinir  seharusnya koordinasi.
  6. Menggunakan kata-kata idiomatik berdasarkan susunan (pasangan) yang benar, misalnya: sesuai bagi seharusnya sesuai dengan.
  7. Menggunakan kata umum dan kata khusus secara cermat. Untuk mendapatkan pemahaman yang spesifik karangan ilmiah sebaiknya menggunakan kata khusus, misalnya: mobil (kata umum) corolla (kata khusus, sedan buatan Toyota).
  8. Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat, misalnya: isu (berasal dari bahasa Inggis tissue  berarti publikasi, kesudahan, perkara) isu (dalam bahasa Indonesia berarti kabar yang tidak jelas asal-usulnya, kabar anginm desas-desus).
  9. Menggunakan dengan cermat kata bersinonim (misalnya: pria dan laki-laki, saya dan aku, serta buku dan kitab); berhomofoni (misalnya: bang dan bank, ke tahanan dan ketahanan); dan berhomografi (misalnya: apel buah, apel upacara).
  10. Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara cermat, kata abstrak (konseptual, misalnya: pendidikan, wirausaha, dan pengobatan modern) dan kata konkret atau kata khusus (misalnya: mangga, sarapan, dan berenang).

Perubahan  Makna

      Pengembangan diksi terjadi pada kata, Namun, hal ini berpengaruh pada penyusunan kalimat, paragraf, dan wacana. Pengembangan tersebtu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan komunikasi. Komunikasi kreatid berdampak pada perkembangan diksi, berupa penambahan atau pengurangan kuantitas maupun kualitasnya. Selain itu, bahasa berkembang sesuai dengan kualitas pemikiran pemakainya. Perkembangan dapat menimbulkan perubahan yang mencakup: perluasan, penyempitan, pembatasan, pelemahan, pengaburan, dan pergeseran makna.


Denotasi  dan  Konotasi

       Makna denotasi dan konotasi dibedakan berdasarkan ada atau tidaknya nilai rasa. Kata denotaasi lebih menekankan tidak adanya nilai rasa, sedangkan konotasi bernilai rasa kias.

Makna denotasi lazim disebut :
  1. Makna konseptual, yaitu makna yang sesuai dengan hasil observasi (pengamatan) menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman yang berhubungan dengan informasi (data) faktual dan objektif.
  2. Makna sebenarnya, umpamanya, kata kursi  yaitu tempat duduk yang berkaki empat (makna sebenarnya).
  3. Makna lugas yaitu makna apa adanya, lugu, polos, makna sebenarnya, bukan makna kias.
Konotasi berartu makna kias, bukan makna sebenarnya. Sebuah kata dapat berbeda dari satu masyarakat ke masyarakat lain, sesuai dengan pandangan hidup dan norma masyarakat tersebut. Makna konotasi dapat juga berubah dari waktu ke waktu.

     Sebuah kata dapat merosot nilai rasanya karena penggunaanya tidak sesuai dengan makna denotasinya. Umpamanya, kata kebijaksanaan yang bermakna denotasi kelakuan atau tindakan arif  dalam menghadapi suatu masalah, menjadi negatif konotasinya atas kasus-kasus tertentu, misalnya:
1) Pengemudi kendaraan bermotor ditilang karena melanggar peraturan lalu linta minta kebijaksanaanya kepada petugas agar tidak diperkaran (damai ditempat).
2)   Orang tua murid yang anaknya tidak naik kelas mohon kebijaksanaan kepada kepala sekolah agar bersedia menolong anaknya (menaikkan kelas).

    Dapat ditegaskan bahwa makna kata konotatif cenderung bersifat subjektif. Makna kata ini lebih banyak digunakan dalam situasi tidak formal, misalnya: dalam pembicaraan yang bersifat ramah tamah, diskusi tidak resmi, kekeluargaan, dan pergaulan.
Contoh :
  • Laporan anda harus diserahkan selambat-lambatnya 1 Juni 2004 (denotasi)
  • Laporan anda belum memenuhi sasaran (konotasi).

Sinonim

     Sinonim ialah persamaan makna kata. Artinya, dua kata atau lebih yang berbeda bentuk, ejaan, dan pengucapannya, tetapi bermakna sama. Misalnya, wanita  bersinonim dengan perempuan, makna sama tetapi berbeda tulisan maupun pengucapannya. Dalam kalimat kedua kata tersebut dapat dipertukarkan. Tradisi di daerah itu memasak dikerjakan oleh perempuan. Kata perempuan dapat diganti dengan wanita. Tradisi di daerah itu memasak dikerjakan oleh wanita.


Idiomatik
    
      Idiomatik adalah penggunaan kedua kata yang berpasangan. Misalnya: sesuai dengan, disebabkan oleh, berharap akan, dan lain-lain. Pasangan idiomatik kedua kata seperti itu tidak dapat digantikan dengan pasangan lain.
Contoh : Bangsa Indonesia berharap akan tampilnya seorang presiden yang mampu mengatasi berbagai kesulitan bangsa. Kata berharap akan tidak dapat diganti oleh mengharapkan akan atau berharap dengan.


Sumber : Hs, Widjono, 2007. BAHASA INDONESIA Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Grasindo.